Sabtu, 22 Desember 2012

PROSES SOSIALISASI


Sosialisasi merupakan proses transmisi kebudayaan antargenerasi, karena tanpa sosialisasi masyarakat tidak dapat bertahan melebihi satu generasi. Syarat terjadinya proses sosialisasi adalah interaksi sosial, karena tanpa interaksi proses sosialisasi tidak mungkin berlangsung. Proses sosialisasi individu diharapkan dapat berperan sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada.
Individu merupakan makhluk biologis yang memerlukan kebutuhan biologis seperti makan bila lapar, minum bila haus, dan bereaksi terhadap rangsang tertentu seperti panas, dingin, lain sebagainya. Setelah berinteraksi dengan individu lain yang berada disekitarnya, atau dengan kata lain, setelah mengalami proses sosialisasi barulah individu tadi dapat berkembang menjadi makhluk sosial.
Individu dapat menjadi makhluk sosial dipengaruhi oleh faktor keturunan (heredity) atau alam (nature) dan faktor lingkungan (environment) atau asuhan (mature). Kedua faktor ini sama pentingnya dan saling melengkapi satu sama lain.
Agen sosialisasi merupakan significant others (orang yang paling dekat) dengan individu, seperti orang tua, kakak-adik, saudara, teman sebaya, guru atau instruktur, dan lain sebagainya.
Menurut tahapannya sosialisasi dibedakan menjadi dua tahap, yakni:
  1. Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil (membentuk kepribadian anak ke dalam dunia umum)
  2. Sosialisasi sekunder, sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya.
Dalam sosialisasi sekunder biasanya terdapat agen sosialisasi di luar keluarga yang menanamkan nilai-nilai yang berbeda dengan nilai yang ada dalam keluarga, bahkan kadang bertentangan. Situasi tersebut biasanya mengakibatkan proses yang disebut desosialisasi (proses pencabutan diri) yang disusul dengan resosialisasi (diri yang baru). Desosialisasi dan resosialisasi sering dikaitkan dengan proses yang dinamakan institusi sosial.
Bentuk sosialisasi sekunder lainnya adalah anticipatory socialization yang mempersiapkan seseorang untuk peranan yang baru. Sosialisasi ini mendahului perubahan status dari suatu kelompok ke kelompok lain, dan hal ini juga dialami seseorangketika ia akan memasuki kelompok acuannya (reference group).
Sosialisasi sebagai suatu proses
Charles Horton Cooley memperkenalkan konsep “looking glass self”, dimana senantiasa dalam individu terjadi suatu proses yang ditandai dengan:
  1. Persepsi
  2. Interpretasi
  3. Respons
Berbeda dengan Cooley, Herbert Mead berpendapat bahwa orang yang memiliki ‘self’ dijumpai pada penguasa bahasanya. Kemampuan untuk menganggap diri sebagai objek dan subjek secara sekaligus ini diperoleh dalam tahap:
  1. Play stage (anak mengembangkan kemampuannya sendiri)
  2. Game stage (anak harus mengetahui posisinya dalam konteks yang lebih luas dan memberikan tanggapan terhadap harapan orang lain)
Mead mengemukakan gagasan bahwa SELF (diri) mempunyai dua komponen, yaitu I (faktor yang khas), dan ME (tanggapan pada konvensi sosial).
  1. Generalized others
Sosialisasi pengalaman sepanjang hidup
George Ritzer membagi siklus kehidupan manusia menjadi empat tahap, yaitu:
  1. Masa kanak-kanak
Kewajiban orang tua pada tahap ini adalah membentuk kepribadian anak-anaknya. Proses sosialisasi pada tahap ini digambarkan melalui kerangka A-G-I-L (Adaptation, Goal Attainment, Integration dan Latten Pattern) yang diperkenalkan oleh talcott parsons.
  1. Masa Remaja
Merupakan masa transmisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
  1. Masa dewasa
Sosialisasi dimana individu mempelajari norma, nilai, dan peranan yang baru di lingkungan sosialisasi yang baru. Sosialisasi dalam tahap ini memotivasi individu untuk bekerja, mencari pasangan hidupnya dalam perkawinan dan mempunyai anak sebagaimana layaknya orang dewasa.
  1. Masa tua dan menuju kematian
Ketika seseorang berada di usia lanjut, mereka diperlakukan seperti anak kecil sampai akhirnya seorang individu yang sangat tua diperlakukan sebagai non-person seperti anak kecil yang seolah-olah mereka tidak ada.
Tahap yang paling akhir dalam siklus kehidupan manusia adalah kematian yang biasanya dilakukan secara tidak sadar seperti menghadiri pemakaman, karena apa yang terjadi di pemakaman sedikit banyak memberikan nilai-nilai baru yang akan menjadi bagian dari diri seseorang.


Sosialisasi peran menurut jenis kelamin (gender-role socialization)
Orang tua dalam membedakan perlakuannya terhadap anak laki-laki dan anak perempuan dapat dijelaskan melalui tiga teori (Maccoby dan Jacklin dalam Scanzoni):
  1. Teori imitasi
Mengenai identifikasi awal anak terhadap anggota keluarga yang jenis kelaminnya sama dengannya
  1. Self-socialization
Mengembangkan konsep tentang dirinya dan mengembangkan suatu pengertian tentang apa yang harus dilakukan bagi jenis kelamin yang bersangkutan.
  1. Teori reinforcement
Menekankan sanksi berupa hukuman atau penghargaan agar anak bertingkahlaku sesuai jenis kelaminnya.
Pengaruh perbedaan kelas sosial terhadap sosialisasi anak dalam keluarga
Pola sosialisasi dalam keluarga menurut Bronfenbrenner dan Melvin Kohn:
  1. Sosialisasi dengan cara represif (repressive socialization)
Menekankan pada ketaatan, adanya sanksi berupa hukuman untuk perilaku yang salah dan penghargaan untuk perilaku yang baik.
  1. Sosialisasi dengan cara partisipasi (participatory socialization)
Orang tua memperhatikan keperluan sang anak.
Ada juga pola sosialisasi yang digunakan oleh orang tua dalam menanamkan disiplin pada anak-anaknya (Elizabeth B Hurlock):
  1. Otoriter
Orang tua memiliki kaidah dan peraturan yang kaku dalam mengasuh anaknya.
  1. Demokrasi
Orang tua yang demokratis adalah orang tua yang berusaha untuk menumbuhkan kontrol dari dalam diri anak sendiri.
  1. Permisif
Orang tua bersikap membiarkan atau mengizinkan setiap tingkah laku anak, dan tidak pernah memberikan hukuman kepada anak.
Beberapa faktor yang menyebabkan orang tua memilih menggunakan pola tertentu:
  1. Menyamakan diri dengan pola sosialisasi yang dipergunakan oleh orang tua mereka
  2. Menyamakan pola sosialisasi yang dianggap paling baik oleh masyarakat disekitarnya
  3. Usia dari orang tua
  4. Kursus-kursus
  5. Jenis kelamin orang tua
  6. Status sosial ekonomi
  7. Konsep peranan orang tua
  8. Jenis kelamin anak
  9. Usia anak
  10. Kondisi anak
Empat aspek terkait yang perlu diperhatikan agar tujuan pendidikan untuk penanaman nilai-nilai dalamm proses sosialisasi tercapai, yakni:
  1. Peraturan
Tujuannya untuk membekali anak melalui suatu pedoman bertingkahlaku benar.
  1. Hukuman
Tiga peranan penting hukuman adalah:
  1. Bersifat membatasi
  2. Sebagai pendidikan
  3. Sebagai motivasi
  1. Hadiah atau penghargaan
Dua peranan penting adanya suatau hadiah:
  1. Mendapat pendidikan yang berharga dimana anak akan mengetahui yang dilakukan itu benar
  2. Memberikan motivasi untuk mengulangi tingkah laku yang benar di kemudian hari
  1. Konsistensi
Hal ini berarti derajat kesamaan atau kestabilan akan aturan-aturan, sehingga anak tidak akan bingung tentang apa yang diharapkan dari mereka. Bila tidak ada konsistensi maka nilai dari hukuman maupun sanksi, maka nilai dari hukuman serta hadiah dan aturan tersebut akan hilang.
Jadi, yang paling penting dari keempat faktor diasat adalah konsistensi, karena segala sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang dengan konsisten akan menjadi pedoman atau aturan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar